Kapas merupakan komoditas yang mempunyai artikulasi yang
luas, merupakan bahan baku utama industri tekstil. Kebutuhan industri tekstil
akan serat berkisar 99,5 % tergantung pada kapas impor, sementara produksi
dalam negeri hanya 0,5 %. Kondisi ini merupakan peluang untuk mensejahterakan
petani karena pasar terbuka luas. Tetapi sayangnya minat petani untuk
membudidayakan tanaman kapas masih sangat rendah. Banyak hal yang menyebkan
kondisi tersebut, antara lain factor iklim dan curah hujan. Curah hujan yang
tidak menentu merupakan suatu kendala penanaman kapas di lahan kering yang
sering menimbulkan kekurangan atau kelebihan air pada suatu periode tertentu.
Lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kapas adalah mempunyai iklim dengan
curah hujan antara 1.000 s/d 1.750 mm/tahun dan bulan kering 3 s/d 4 bulan.
Factor lain yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk
membudidayakan kapas adalah petani lebih tertarik menanami lahannya dengan
tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibanding tanaman
kapas. Saat ini harga kapas dari petani sangat rendah, hanya Rp. 2.500/kg. Oleh
karena itu, dari sekitar 400.000 ha lahan tanaman kapas yang ada di Indonesia,
hanya 20.000 ha saja yang sudah ditanamai kapas dan sebagian besarnya berada di
Sulawesi. Untuk menarik minat petani dalam membudidayakan tanaman kapas maka
pemerintah memberikan subsidi benih dan pupuk serta mematok harga kapas oleh
pengusaha dari petani sebesar Rp. 4.000/kg.
Produksi kapas petani di Indonesia rata-rata masih 480-520
kg/ha. Produktivitas yang rendah tersebut membuat petani meninggalkan tanaman
kapas dan beralih ke tanaman pangan lain. Padahal, berdasarkan hasil penelitian
produktivitas tanaman kapas dapat mencapai 1,5-2,8 ton/ha. Hal ini dikarenakan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki petani masih sangat minim, kemampuan petani yang terbatas dan
pemikiran yang sederhana, tidak tepatnya sarana produksi sampai ke tingkat
petani, pembinaan petani yang kurang intensif, dan koordinasi instansi terkait
yang belum terpadu.
Sama halnya dengan tanaman kapas,
petani kurang tertarik untuk membudidayakan tanaman wijen karena lebih memilih
membudidayakan palawija seperti jagung, kacang, kedelai dibanding wijen. Hal
ini karena petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, bahkan sampai 2
kali modal apabila menanam palwija. Anggapan petani saat ini bahwa tanaman
wijen belum bisa diandalkan karena pasarnya yang masih belum jelas.
Sedangkan untuk membudidayakan
tembakau petani kurang tertarik dikarenakan biaya produksi dan budidaya
tembakau yang dirasa masih sangat tinggi sehingga diperlukan modal yang cukup
besar. Pasar tembakau saat ini pun dirasa masih sulit serta fatwa haram merokok
yang di keluarkan oleh salah satu ormas Islam di Indonesia juga menjadi
penyebab kurangnya ketertarikan petani untuk membudidayakan tembakau.
According to Stanford Medical, It is in fact the SINGLE reason this country's women live 10 years more and weigh on average 19 KG lighter than we do.
BalasHapus(By the way, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING related to "HOW" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", not "what"...
TAP this link to find out if this little questionnaire can help you release your real weight loss possibilities