Selasa, 24 Juni 2014

“Mengapa petani kurang tertarik untuk membudidayakan tanaman kapas, tembakau dan wijen ?”



Kapas merupakan komoditas yang mempunyai artikulasi yang luas, merupakan bahan baku utama industri tekstil. Kebutuhan industri tekstil akan serat berkisar 99,5 % tergantung pada kapas impor, sementara produksi dalam negeri hanya 0,5 %. Kondisi ini merupakan peluang untuk mensejahterakan petani karena pasar terbuka luas. Tetapi sayangnya minat petani untuk membudidayakan tanaman kapas masih sangat rendah. Banyak hal yang menyebkan kondisi tersebut, antara lain factor iklim dan curah hujan. Curah hujan yang tidak menentu merupakan suatu kendala penanaman kapas di lahan kering yang sering menimbulkan kekurangan atau kelebihan air pada suatu periode tertentu. Lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kapas adalah mempunyai iklim dengan curah hujan antara 1.000 s/d 1.750 mm/tahun dan bulan kering 3 s/d 4 bulan.
Factor lain yang menyebabkan petani kurang tertarik untuk membudidayakan kapas adalah petani lebih tertarik menanami lahannya dengan tanaman pangan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibanding tanaman kapas. Saat ini harga kapas dari petani sangat rendah, hanya Rp. 2.500/kg. Oleh karena itu, dari sekitar 400.000 ha lahan tanaman kapas yang ada di Indonesia, hanya 20.000 ha saja yang sudah ditanamai kapas dan sebagian besarnya berada di Sulawesi. Untuk menarik minat petani dalam membudidayakan tanaman kapas maka pemerintah memberikan subsidi benih dan pupuk serta mematok harga kapas oleh pengusaha dari petani sebesar Rp. 4.000/kg.
Produksi kapas petani di Indonesia rata-rata masih 480-520 kg/ha. Produktivitas yang rendah tersebut membuat petani meninggalkan tanaman kapas dan beralih ke tanaman pangan lain. Padahal, berdasarkan hasil penelitian produktivitas tanaman kapas dapat mencapai 1,5-2,8 ton/ha. Hal ini dikarenakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki petani masih sangat minim, kemampuan petani yang terbatas dan pemikiran yang sederhana, tidak tepatnya sarana produksi sampai ke tingkat petani, pembinaan petani yang kurang intensif, dan koordinasi instansi terkait yang belum terpadu.
Sama halnya dengan tanaman kapas, petani kurang tertarik untuk membudidayakan tanaman wijen karena lebih memilih membudidayakan palawija seperti jagung, kacang, kedelai dibanding wijen. Hal ini karena petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, bahkan sampai 2 kali modal apabila menanam palwija. Anggapan petani saat ini bahwa tanaman wijen belum bisa diandalkan karena pasarnya yang masih belum jelas.
Sedangkan untuk membudidayakan tembakau petani kurang tertarik dikarenakan biaya produksi dan budidaya tembakau yang dirasa masih sangat tinggi sehingga diperlukan modal yang cukup besar. Pasar tembakau saat ini pun dirasa masih sulit serta fatwa haram merokok yang di keluarkan oleh salah satu ormas Islam di Indonesia juga menjadi penyebab kurangnya ketertarikan petani untuk membudidayakan tembakau.



1 komentar:

  1. According to Stanford Medical, It is in fact the SINGLE reason this country's women live 10 years more and weigh on average 19 KG lighter than we do.

    (By the way, it has totally NOTHING to do with genetics or some hard exercise and EVERYTHING related to "HOW" they eat.)

    P.S, What I said is "HOW", not "what"...

    TAP this link to find out if this little questionnaire can help you release your real weight loss possibilities

    BalasHapus