Kebijakan Pemerintah tentang
pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak Tanah (BBMT) dan melarang
penggunaan kayu untuk sektor industri turut memberi dampak juga terhadap
kebutuhan bahan bakar untuk omprongan tembakau Virginia di Pulau Lombok. Dapat
dimaklumi bahwa selama ini petani dalam proses omprongan menggunakan
bahan bakar minyak tanah. Kebijakan Program Konversi Bahan Bakar Minyak Tanah ke
Bahan Bakar Batu Bara (BB) dalam proses aplikasinya ditingkat petani belum
berjalan dengan optimal dan menimbulkan persoalan baru dengan penggunaan
bahan bakar kayu yang bersumber dari dalam kawasan hutan. Penggunaan kayu bakar
yang bersumber dari dalam kawasan hutan dikhawatirkan mengancam kelestarian
hutan di Provinsi NTB.
Berdasarkan hasil survey Lembaga
Penelitian Universitas Mataram Desember 2009, bahwa jumlah oven tembakau di
Pulau Lombok mencapai 15.715 buah. Jika satu oven memerlukan rata-rata 1.300 kg
cangkang kemiri, maka total kebutuhan cangkang kemiri untuk 15.715 oven
mencapai 20.429 ton cangkang kemiri untuk satu periode pengovenan. Dalam rangka
pemenuhan kebutuhan bahan bakar pengovenan tembakau, maka komoditas
kemiri (khususnya bagian cangkang) dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
pilihan.
Mengapa
cangkang kemiri? Ada beberapa alasan penggunaan hasil limbah kemiri (cangkang
kemiri) sebagai bahan energi alternatif yakni (1) kualitas panas yang
dihasilkan besar dan tahan lama dalam proses pembakaran, (2) bisa
dikombinasikan dengan bahan bakar lainnya (kayu dan batu bara),
(3) Isu krisis energi secara global mendorong pemanfaatan
potensi kemiri di NTB, dan (4) potensi hutan sebagai sumber energi untuk
menjawab kebutuhan saat ini, disamping sumberdaya bahan bakar cangkang kemiri
yang melimpah dan murah.